2013/09/24

Menginsafi Perbedaan Siswa


Oleh : Muhammad Aminudin*

Disadari atau tidak, penyeragaman di dunia pendidikan sudah mengakar. Banyak pihak, termasuk gurumenganggap setiap siswa memiliki potensi dan kemampuan yang sejenis, Dampaknya,kita selalu menuntut hasil yang sejenis pula.Perlakuan terhadap siswa, mulai dari cara mengajar, pemilihan metode pembelajaran dan evaluasinya pun dikonstruksi secara seragam.

Padahal kenyataan di lapangan tidak demikian. Jika kita jeli memperhatikan siswa secara individu, akan kita jumpai banyak sekali perbedaan. Beberapa perbedaan tersebut, antara lain: perbedaan daya tangkap terhadap materi pelajaran, perbedaan minat terhadap suatu bidang, perbedaan gaya belajar, perbedaan sikap dan cara pandang terhadap sesuatu, dan masih banyak lagi perbedaa. Belum lagi perbedaan latar belakang ekonomi,lingkungan keluarga dan lingkungan sosial.Kesemuanya menjadikan siswa sebagai pribadi yang unik, berbeda satu dengan lainnya, yang tentunya harus ada perlakuan yang berbeda pula.

Sayang sekali kadang kita tidak peduli pada kenyataan tersebut, mengapa? Jawabnya karena kita masih menganut paradigma kecerdasan tunggal yaituIQ( intelligence quotient ). Para penganut kecerdasan tunggal selalu membatasi diri dalam menilai individu. Tes formal menjadi satu-satunya alat ukur atas penilaian tersebut. Siswa mendapat predikat pintar jika tesnya memperoleh nilai bagus, sebaliknya siswa memeproleh predikat bodoh jika nilai tesnya jelek. Ironisnya hal ini sering dihubungkan dengan kesuksesan hidupnya.

Kecerdasan Majemuk

Howard Gardner, mengenalkan kepada kita, bahwa kecerdasan tidaklah tunggal, ada kecerdasan linguistik, kecerdasan logis-matematik, kecerdasa musikal, kecerdasan kinestetik, kecerdasan visual-spasial, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan naturalis, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual. Itulah yang disebut sebagai kecerdasan majemuk(Multiple Intelligences), dan menurut Munif Chatib (2012), setiap individu memiliki kecenderungan jenis kecerdasan tertentu.

Dengan kenyataan tersebut, guru sudah seharusnya menginsyafi bahwa masing-masing individu memiliki perbedaan yang dikarenakan oleh kecerdasan yang dimilikinya. Anak yang memilki kecerdasan logis-matematik, akan mudah belajar hal-hal yang berkaitan dengan hitungan dan logika. Anak dengan kecerdasan linguistik akan cenderung mudah belajar dan mengembangkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa. Dalam belajar, masing-masing individu akan mengembangkan gaya belajarnya sendiri sesuai dengan kecerdasannya pula.

Berkaitan dengan hal tersebut, tugas penting guru adalah menemukan kecenderungan kecerdasan siswa-siswinya, kemudian secara kreatif mencari perlakuan yang tepat untuk dapat mengantarkan muridnya menjadi pribadi yang unik sesuai dengan potensi yang dimiliki.

Dengan demikian kita tidak akan lagi mengatakan ada anak bodoh dan ada anak pintar. Siswa dengan segala kelemahan dan kelebihannya bisa saja menjadi pribadi yang berprestasi. Dan, semua itu tergantung pada guru yang insyaf akan perbedaan pada setiap individu tersebut.
Arikel ini telah dimuat di TABLOID ASPIRASI

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Affiliate Network Reviews